
Ilustrasi (Foto: Kementerian PUPR)
Jakarta – Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB), Haryo Winarso mengusulkan adanya cara – cara inovatif dalam meneydiakan hunian untuk masyarakat Indonesia, salah satunya ialah melalui skema pre-emption right atau hak membeli lahan terlebih dahulu untuk penyediaan perumahan rakyat. Melalui skema pre-emption right ini pemerintah berhak memperolah lima persen rumah yang dibangun oleh pengembang.
“Hak ini pada dasarnya memberikan hak lebih dulu kepada pemerintah untuk membeli tanah yang dibangun oleh swasta, kalau dia diijinkan,” kata Haryo saat Diskusi 5 Pilar yang mengangkat tema “Peluang Pengembangan Kebijakan Penyediaan Tanah Bagi Perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) melalui daring.
Haryo meyakini bahwa kebijakan ini akan bermanfaat untuk pembangunan berorientasi transit atau transit-oriented development (TOD) maupun pengembangan skala besar.
“Jadi pemerintah membeli lebih dulu, bukan diberi ya, kalau 1:2:3 (red: ketentuan hunian berimbang) itu kan 3 (red: rumah tipe 3 atau rumah sederhana) nya seakan-akan diberi ya, ini enggak, pemerintah membeli, tetapi membeli harga cost (biaya) bukan pada harga market,” jelas Haryo yang juga pernah menjabat sebagai Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Washington itu.
Di saat pengembang besar membangun perumahan skala besar, pemerintah mendapatkan lima persen hunian dengan patokan harga pada harga produksi atau konstruksi dan bukan berdasarkan harga komersil yang dijual oleh pengembang. .
Sebagai gambaran, berdasarkan paparan dari Haryo, bila lahan milik pengembang sebesar 250 hektar maka pemerintah, melalui Bank Tanah, bisa membeli 5 persen lahan milik pengembang atau sebesar 12 Hekatar untuk kemudian dimbangun 12 tower rumah rakyat dengan masing – masing tower memiliki 13 lantai. Alhasil, bila diasumsikan pembangunan dilakukan pada zona yang memiliki Koefisien Dasar Bangunan (KDB) sebesar 40 persen dan luas lantai dasar yang bisa dibangun sebesar 4.000m2, maka pemerintah akan memiliki stok hunian untuk perumahan rakyat sebanyak 76.896 unit
Ke depannya, pemerintah bisa membangun hunian di lahan tersebut yang dipergunakan untuk penyediaan perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Namun demikian, Haryo juga mengakui bahwa skema pre-emption right ini memerlukan regulasi baru, karena belum ada undang – undang atau peraturan pemerintah yang mengaturnya.
“ini bisa PP (red: Peraturan Pemerintah), misalnya setiap 250 Hektar, maka 5 Hektar itu bisa dibeli lebih dulu oleh Pemerintah, maka dengan demikian pemerintah punya cadangan tanah,” kata Haryo yang pernah menjadi Tim Serap Aspirasi UU Cipta Kerja ini.
Akan tetapi, menurut Haryo, skema pre-emption right ini bukanlah hal baru dan sudah dilakukan oleh beberapa negara di dunia untuk menyediakan hunian bagi masyarakatnya. “Di Prancis dia pakai seperti ini, jadi pemerintah itu mempunyai hak membeli dulu, membeli bukan diberi,” tegas Haryo.
Selain skema pre-emption right, Haryo juga mengusulkan pembangunan perumahan dengan integrasi layanan pemerintahan dengan public housing, sehingga pemerintah bisa menyediakan hunian vertikal diatas kantor – kantor milik pemerintah. (ADH)