BRIS Diminta Perkuat Pembiayaan ke Sektor Properti

0
552

Jakarta – Merger tiga anak usaha syariah dari bank pelat merah diharapkan dapat lebih mendukung ekspansi layanan sistem keuangan syariah di Indonesia. Tak terkecuali dukungan yang diharapkan bagi sektor properti.

“Kami berharap bank syariah hasil merger ketiga anak usaha bank BUMN dapat mengayomi dan mendukung kemajuan sektor properti. Apalagi, seperti kita ketahui, sektor properti menjadi penggerak ekonomi nasional, sehingga pembiayaan perbankan syariah bisa lebih maju dan lebih up to date,” kata Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (DPP REI) Bidang Perbankan Syariah Royzani Sjachril, saat dihubungi industriproperti.com, Minggu, 13, Desember 2020.  

Royzani menyampaikan, pertumbuhan pembiayaan kredit pemilikan rumah (KPR) dengan konsep syariah cukup signifikan yakni sekitar 10% per tahun. “Peningkatan KPRS (KPR berbasis syariah) mencapai 10% per tahun. Itu campuran antara pengajuan baru dengan pengalihan dari KPR konvensional kepada pembiayaan berbasis syariah,” ujarnya.

Menurut dia, tren pertumbuhan pembiayaan perbankan berbasis syariah ini didukung oleh adanya kepastian cicilan serta gencarnya kampanye anti riba yang disebarkan via sosial media. “Bahkan nasabah dari kalangan non-muslim pun ada yang beralih ke produk syariah. Alasannya tentu karena KPRS fix sampai akhir periode tagihan,” ucap Royzani.

Royzani Sjachril

Dukungan Pembiayaan Syariah

Ketiga bank BUMN syariah yang melakukan merger meliputi PT Bank BRI Syariah Tbk, PT Bank Syariah Mandiri (BSM), dan PT Bank BNI Syariah. Hasil penggabungan atau merger bank syariah BUMN akan dinamakan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS). Nama baru itu akan digunakan oleh PT Bank BRI Syariah Tbk selaku pihak penerima penggabungan (survivor entity).

Adapun komposisi pemegang saham pada bank hasil merger adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk sebesar 51,2%, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk sebesar 25,0%, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk sebesar 17,4%, DPLK BRI – Saham Syariah yaitu 2%, serta publik sebesar 4,4%.

“Kehadiran BRIS akan menjadi tonggak kebangkitan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia. Sebagai bank syariah terbesar di Indonesia, entitas baru ini tentu memerlukan identitas yang kuat dan Direksi yang berpengalaman untuk menjalankan operasionalnya,” kata Ketua Project Management Office Integrasi dan Peningkatan Nilai Bank Syariah BUMN yang kini menjabat Direktur Utama Bank Syariah Mandiri, Hery Gunardi.

Saat ini, lanjut Royzani, dukungan pendanaan syariah untuk kredit modal kerja bagi perusahaan pengembang relatif masih sedikit. “Selama ini hanya BNI Syariah yang sudah menyalurkan kredit modal kerja dengan akad musyarakah langsung ke proyek properti. Sedangkan unit usaha PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, BTN Syariah (BTNS), juga sudah menyediakan kredit pembebasan lahan (KPL). Tapi BTNS tidak ikut dimerger,” kata dia.

Musyarakah adalah penyertaan (equity participation), yakni akad kerjasama usaha patungan antara dua pihak atau lebih pemilik modal untuk membiayai suatu jenis usaha dengan proporsi pembagian keuntungan sesuai porsi tanggung jawab yang disepakati bersama.

Aset bank hasil merger ini mencapai Rp214,6 triliun dengan modal inti lebih dari Rp20,4 triliun. Jumlah aset dan modal inti tersebut menempatkan BRIS dalam daftar 10 besar bank terbesar di Indonesia dari sisi aset, dan top 10 bank syariah terbesar di dunia dari sisi kapitalisasi pasar dalam lima tahun mendatang.

“Kami selaku asosiasi pengembang berharap dengan terbentuknya BRIS dapat lebih mempererat sinergi untuk bersama-sama menumbuhkan pasar keuangan syariah di sektor properti. Kami juga perlu banyak belajar mengenai dukungan yang dapat diberikan dari perbankan syariah terhadap industri properti,” ucap Royzani.

Selain memiliki aset dan modal inti besar, BRIS juga akan didukung lebih dari 1.200 kantor cabang, 1.700 jaringan ATM, serta lebih dari 20.000 karyawan yang tersebar di seluruh Indonesia. (BRN)